Ilmu kanuragan yang dimiliki Raden Sungging sekilas mirip dengan ilmu rawa rontek yang dimiliki Pitung, jawara Betawi yang juga gencar melakukan serangan terhadap kolonial Belanda. Dan bahkan menurut kepercayaan warga Citayam dan sekitarnya, Raden Sungging merupakan saudara si Pitung.
Sama halnya dengan Pitung, Raden Sungging pun memiliki banyak makam. Di manapun ia di kubur maka dipercaya sosoknya akan nongol lagi.
"Iya yang saya tahu makamnya bukan cuma di sini (Pondok Terong, Cipayung Depok) tapi juga ada di Demak dan Banten," kata Rusnadi salah satu ke Rt setempat di kawasan Pondok Terong, Cipayung Depok pada VIVA.co.id, Senin 30 Maret 2015.
Lebih lanjut, pria yang mengaku sebagai salah satu keturunan kuncen penjaga makam Raden Sungging ini mengatakan, namun berbeda dengan Pitung, Raden Sungging berasal dari keturunan ningrat asal Demak.
"Untuk lebih jelas mengenai silsilahnya, nanti tanggal 5 April. Nah ada
haul di makamnya. Nanti biasanya setiap haul, disitu diceritakan sejarah Raden Sungging. Ada bukunya, yang megang hanya orang tertentu. Di buku itulah tertulis dengan jelas, sejarah dan latar belakang Raden Sungging," tutur Rusnadi.
Raden Sungging berperang dengan tujuan membela akidah. Sebagai ulama, Raden Sungging merasa memiliki tanggungjawab untuk memperjuangkan agama Islam.
"Pada zaman dulu, yang tinggal di Depok (Jalan Pemuda dan Margonda) yang jaraknya sekitar 5 kilo dari Citayam banyakan Belanda dan mayoritas kristen. Nah pada masa itu, Islam dan Kristen kaya air sama minyak, susah nyatu," tuturnya.
Dalam tiap pertempuran, Raden Sungging hanya membawa sebilah keris dan amalan doa yang diyakini ampuh untuk membuat senjata serdadu Belanda, seperti meriam dan senapan, menjadi tak berfungsi. Selain itu, ia pun di kenal dengan ilmu kekebalan.
Dengan jubah putihnya, sosok Raden Sungging kemungkinan bisa digambarkan mirip dengan Pangeran Diponegoro. Konon, bahkan karena kesaktiannya itu, sosok Raden Sungging dipercaya masyarakat setempat masih ada.
"Iya, banyak warga sini yang masih suka ngeliat dia sekelebatan aja. Pakai jubah putih. Biasanya sosok Raden Sungging akan nongol pada waktu menjelang haul dan Maulid Nabi."
Warga Depok Ladeni Belanda di Bekasi
Karena kebijakan, ketegasan dan kesaktiannya, oleh masyarakat setempat Raden Sungging akhirnya diangkat sebagai pemimpin untuk melindungi Citayam dari ancaman Belanda. Ancaman itu berupa masuknya paham-paham barat yang bertentangan dengan adat istiadat timur, terutama agama Islam.
Pada awalnya, Raden Sungging membiarkan orang-orang Belanda berbuat semaunya, asal tidak mengganggu masyarakat dan melecehkan agama. Namun nyatanya, mereka mulai melanggar larangan tersebut, seperti mabuk-mabukan dan berjudi. Tak tinggal diam, Raden Sungging bersama masyarakat kemudian menemui orang Belanda agar mereka menghentikan kelakuannya.
Alih-alih ingin menegur, upaya yang ditempuh Raden Sungging justru mendapat tantangan. Ya, sejumlah serdadu Belanda mengajaknya untuk berperang. Namun pihak Belanda memutuskan untuk bertempur di luar Depok, yaitu di kawasan Bekasi.
Alasannya, untuk mencegah kerusakan di dalam kota. Dengan mantap, Raden Sungging pun menyanggupinya.
"Sebelum pertempuran dimulai, Raden Sungging gencar memberikan pesan-pesan yang mengajak masyarakat untuk bersatu melawan penjajah. Pesan inilah yang membuat masyarakat semakin bersemangat mengahadapi perang tersebut," kata salah satu pengamat dan pemerhati sejarah Depok Diki Erwin.
Pada hari yang telah ditentukan, Raden Sungging beserta sejumlah masyarakat Citayam berangkat ke Bekasi untuk meladeni tantangan serdadu Belanda. Konon, berkat kesaktian sang Raden, senjata dan meriam tentara Belanda tak bisa digunakan.
Alhasil, pertempuran ini pun dimenangkan oleh pasukan yang dipimpin Raden Sungging. Namun kemenangan itu tidak berlangsung lama, Belanda yang dendam dengan kekalahan itu kemudian kembali lagi dengan jumlah pasukan yang lebih banyak dengan peralatan yang lebih lengkap setelah meminta bantuan ke Batavia.
Menghadapi serangan yang jauh dari kata seimbang itu, Raden Sungging dan pasukannya pun dipaksa menyerah.
Karena dianggap sebagai pemberontak, mereka pun akhirnya ditangkap dan dipenjarakan di Penjara Cipinang, Jatinegara. Sebagai seorang pemimpin, Raden Sungging tak ingin rakyatnya menjadi korban keganasan Belanda. Ia meminta pihak Belanda untuk membebaskan rakyatnya. Sebagai jaminan, Raden Sungging siap menerima hukuman mati.
"Permintaan ini disetujui oleh Belanda. Namun sebelum dieksekusi, Raden Sungging mengajukan permintaan terakhir berupa makanan, minuman dan rokok kesukaannya. Permintaan ini pun disanggupi pihak Belanda. Ketika acara jamuan itu selesai, secara mendadak Raden Sungging meninggal. Semua pejabat Belanda dibuat gempar," ungkap Diki.
Setelah kejadian itu, Pemerintah Belanda kemudian menguburkan dan menjaga makam Raden Sungging selama satu minggu. Setelah satu minggu berlalu, dan para prajurit Belanda meninggalkan makam tersebut timbul keanehan.
Konon menurut cerita yang percaya warga sekitar secara turun-temurun, Raden Sungging bangkit dari kuburnya dan berjalan menuju Depok. Setelah sampai di Depok ia kembali memimpin Citayam.
"Ia juga memperingatkan agar penjajah Belanda jangan berbuat semena-mena terhadap rakyat Depok. Dan menurut cerita, ancamannya kali ini ternyata membuat takut Belanda," ungkap Diki.
Kejadian ini sontak membuat gembira rakyat Depok. Mereka menyerukan kata-kata Ratu Jaya..Ratu Jaya.. Akhirnya, Raden Sungging pun diangkat kembali menjadi penguasa atau raja setempat.
0 Response to "Kisah Ulama yang Bangkit dari Kubur"
Post a Comment